Analisis novel layar terkembang
- Sinopsis
Raden
Wiriaatmadja memiliki dua orang anak gadis yang sifatnya sangat berbeda, yaitu
Tuti dan Maria. Anak pertamanya, Tuti, adalah seorang gadis yang pembawaannya
selalu serius sehingga gadis itu cenderung pendiam. Namun, ia sangat
perpendirian teguh dan aktif dalam berbagai organisasi wanita. Ia bahkan aktif
dalam memberikan orasi-orasi tentang persamaan hak kaum wanita. Pada saat itu,
semangat kaum wanita sedang bergelora sehingga mereka mulai menuntut persamaan dengan
kaum pria.
Anak
keduanya adalah Maria. Ia memiliki sifat yang lincah, sangat periang dan
bicaranya ceplas-ceplos. Ia sangat mudah bergaul dan hidupnya selalu penuh
dengan keceriaan. Itulah sebabnya, semua orang yang berada di dekatnya pasti
akan menyenangi kehadirannya.
Pada suatu
sore, kedua kakak beradik ini berjalan-jalan ke sebuah pasar ikan. Ketika
mereka sedang melihat ikan-ikan dalam akuarium, mereka berkenalan dengan
seorang pemuda tampan yang bernama Yusuf. Ia adalah seorang mahasiswa kedokteran.
Pada hari itu juga, Yusuf mengantarkan kedua gadis itu sampai di rumah mereka.
Sejak
pertemuan pertamanya, Yusuf selalu membayangkan Maria yang sangat periang,
lincah, dan suka berbicara ceplas-ceplos. Ia menaruh hati kepada gadis itu.
Wajah Maria selalu terbayang-bayang di matanya. Senyumnya dan tingkahnya yang
periang membuat pemuda itu merasa senang berada di sampingnya.
Takdir
kembali mempertemukan Yusuf dengan Maria dan kakaknya di depan Hotel Des Indes.
Dengan senang hati, Yusuf mengantarkan kedua kakak beradik itu berjalan-jalan.
Setelah pertemuan tersebut, Yusuf menjadi lebih sering berkunjung ke rumah
mereka. Beberapa waktu kemudian Yusuf dan Maria sepakat menjalin hubungan cinta
kasih.
Sementara
itu, Tuti melihat hubungan cinta kasih adiknya sebenarnya berkeinginan pula
untuk memiliki seorang kekasih. Apalagi setelah ia menerima surat cinta dari
Supomo. Namun, karena pemuda itu bukanlah idamannya, ia menolak cintanya. Sejak
itu hari-harinya semakin disibukkkan dengan kegiatan organisasi dan melakukan
kegemarannya membaca buku sehingga ia sedikit melupakan angan-angannya tentang
seorang kekasih.
Pada suatu
hari keluarga Raden Wiraatmadja dikejutkan oleh hasil diagnosa dokter yang
menyatakan bahwa Maria mengidap penyakit TBC. Semakin hari kesehatan gadis itu
semakin melemah sekalipun ia telah menjalani perawatan intensif. Hal ini
membuat Yusuf merasa sedih. Pemuda itu mendampingi kekasih hatinya dengan
setia. Namun, penyakit TBC yang diderita Maria semakin hari semakin parah
sehingga tak lama kemudian Maria pun meninggal dunia. Sebelum ia menghembuskan
nafasnya yang terakhir, ia meminta kekasihnya untuk menerima kakaknya sebagai
penggantinya.
Setelah
Maria meninggal dunia, Tuti dan Yusuf menjalin hubungan kasih. Mereka sepakat
untuk menikah.
b. Unsur instrinsik
1. Tokoh dan Penokohan
Tuti : seorang wanita yang memiliki
wawasan dan pemikiran modern. Ia mencoba menyamakan hak kaum wanita dengan kaum
pria.
Maria : adalah adik Tuti, yang sangat
periang.
Yusuf : seorang pemuda terpelajar yang
modern. Ia adalah mahasiswa kedokteran. Sifatnya baik hati dan berbudi luhur.
Supomo : seorang pemuda terpelajar yang
baik hati dan berbudi luhur.
2. Tema:
Roman ini memperkenalkan masalah wanita
Indonesia yang mulai merangkak pada pemikiran modern. Kaum wanita mulai bangkit
untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai wanita, berwawasan luas, serta
bercita-cita mandiri. Masalah lain yang dipersoalkan dalam roman ini, yaitu
masalah kebudayaan barat dan timur. Juga termasuk masalah agama. Roman ini
menampilkan cinta kasih antara Yusuf, Maria, dan Tuti.
3. Amanat atau
Pesan
-Cinta dan
pengorbanan kadang selalu berjalan seiring.
- Dibalik kelebihan
seseorang terdapat kelemahan.
4. Latar :
- Tempat : Jakarta
- Waktu : Tahun 30-an
5. Alur : Maju
6. Sudut Pandang :
Orang ke-3
7. Gaya Penulisan
: Romantisme
c.
unsur
ekstrinsik
Biografi Pengarang
Sutan Takdir
Alisjahbana dilahirkan di Natal, 11 Februari 1908. Beliau menyelesaikan
pendidikannya dari HIS ditempuh sejak 1915-1921. Tahun 1921-1925 Takdir
menempuh pendidikan Kweekschool di Bukit Tinggi yang kemudian dilanjutkan ke
Hugere Kweekschool di Bandung. Pada tahun 1937-1942 Takdir menjalani pendidikan
di Rechtschogeschool di Jakarta. Pendidikan di Fakultas Sastra ditempuhnya
tahun 1940-1942. Pada tahun 1979 Takdir mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa
untuk Ilmu Bahasa dari Universitas Indomesia dan pada tahun 1987 mendapatkan
gelar Doctor Honoris Causa untuk Ilmu Sastra dari Universiti Sains Malaysia.
Karya-karyanya:
Tak Putus
Dirundung Malang, Dian yang Tak Kunjung Padam, Anak Perawan di Sarang Penyamun,
Grotta Azzura, Tebaran Mega, Lagu Pemacu Ombak, Perempuan di Persimpangan
Zaman, dan Kebangkitan.
Di samping
karya-karya fiksi, Takdir juga menulis karya-karya nonfiksi yang antara lain
adalah Kebangkitan Puisi Baru Indonesia, Perjuangan Tanggungjawab dalam
Kesusastraan Indonesia, dan Amir Hamzah sebagai penyair dan Uraian Sajak Nyanyi
Sunyi.
thanks !
BalasHapusby
R.Alfatih
you are welcome :)
BalasHapus